Selamat Membaca dan Jangan Lupa Isikan Komentar Anda Ya.....
Barangsiapa belajar ilmu figh tanpa belajar tassawuf maka ia adalah fasiq. Siapa saja yang belajar Ilmu Tassawuf tanpa belajar Ilmu Figh maka ia adalah Zindiq, dan siapa saja yang mengumpulkan keduanya, maka ia adalah ahli Hakikat (Syeikh Al Fasi, Qawaid Al-Tasawwuf)

Sunday 10 February 2013

Hukum Puasa Mutih

Ceritasufi : Pertanyaan via SMS Center Islam Balikpapan berasal dari +62899557xxxx:
Bagaimana ada keterangan Islam ngenai soal puasa mutih ? Terima kasih.

Jawab:

Ada pun mengenai puasa mutih, sebenarnya hanyalah semata-mata sebuah istilah di Jawa, setidaknya dikenal dua jenis puasa mutih :

Pertama
puasa  sunnah mutlak, yaitu menahan diri dari makan dan minum serta hal-hal yang membatalakn puasa sejak terbit fajar sampai terbenam matahari. Namun ketika berbuka piasa tidak makan daging (alias vegetarian), sebagian mengatakanhany makan nasi putih dan air putih saja.

Kedua
puasa mutih yang sifatnya wishal, yaitu puasa yang bersambung. Puasanya yang dilakukan dua hari berturut-turut tanpa makan dan minum atau lebih dari dua hari.

Kesimpulan:

Untuk yang pertama, hukumnya tidak apa-apa, sebab pelaksanaannya sama halnya seperti p[uasa sunnah mutlak, niatnya pun dilakukan niat puasa mutlaq. Imam Zakaria Al Anshori di dalam Kitab Asnal Mathalib fiy Syarhi Raudl ath-Thulab mengatakan :

"Dan sudah mencukupi niat mutlak (umum) di dalam melaksanakan puasa sunnah mutlaq (puasa yang tidak terikat puasa wajib dan puasa sunnah, penj) sebagaimana niat di dalam shalat sunnah mutlaq. Meskipun niatnya sebelum tergelincir matahari, namun bukan setelah tergelincir matahari. 

Karena Rasulullah Shallahu 'alayhi wa Salla pernah berkata kepada Aisyah 
"Apa ada sarapan pagi?"
Aisyah menjawab: "Tidak ada."
Nabi berkata: "Kalau begitu saya puasa."

Aisyah menyebutkan: Suatu hari yang lain Nabi bertanya pada saya: 
"Apa ada sarapan pagi?
Saya menjawab: "Ada." 
Nabi berkata : "Kalau begitu sata tidak puasa, meski saya perkirakan berpuasa." 
(Ath Thabaraniy meriwayatkannya dan sanadnya shahih)


Namun untuk yang kedua (sifatnya wishal) maka itu dilarang. Nabi Shallahu 'alaihi Wasallam pernah bersabda:

أَنْ يُوَاصِلَ، فَلْيُوَاصِلْ حَتَّى السَّحَرِ» ، قَالُوا: فَإِنَّكَ تُوَاصِلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ: «إِنِّي لَسْتُ كَهَيْئَتِكُمْ إِنِّي أَبِيتُ لِي مُطْعِمٌ يُطْعِمُنِي، وَسَاقٍ يَسْقِينِ

“Dari Sa’id radliyallahu ‘anh, bahwa ia mendengar Nabi Shallallahu bersabda : “Janganlah kalian melakukan puasa wishal, barangsiapa diantara kalian ingin melakukan wishal, maka lakukanlah hinggga waktu sahur (sehari semalam saja, penj). Para sahabat bertanya : “Apa engkau juga melakukan wishalat wahai Rasulullah ?”, Rasulullah menjawab : “Aku tidak sama dengan kalian. Disaat malam ada yang member makan dan minum kepadaku” (HR. Muslim). 

Sumber : madinatuliman.com

Artikel Terkait:

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

PRAY TIME

Hukum Puasa Mutih

Ceritasufi : Pertanyaan via SMS Center Islam Balikpapan berasal dari +62899557xxxx:
Bagaimana ada keterangan Islam ngenai soal puasa mutih ? Terima kasih.

Jawab:

Ada pun mengenai puasa mutih, sebenarnya hanyalah semata-mata sebuah istilah di Jawa, setidaknya dikenal dua jenis puasa mutih :

Pertama
puasa  sunnah mutlak, yaitu menahan diri dari makan dan minum serta hal-hal yang membatalakn puasa sejak terbit fajar sampai terbenam matahari. Namun ketika berbuka piasa tidak makan daging (alias vegetarian), sebagian mengatakanhany makan nasi putih dan air putih saja.

Kedua
puasa mutih yang sifatnya wishal, yaitu puasa yang bersambung. Puasanya yang dilakukan dua hari berturut-turut tanpa makan dan minum atau lebih dari dua hari.

Kesimpulan:

Untuk yang pertama, hukumnya tidak apa-apa, sebab pelaksanaannya sama halnya seperti p[uasa sunnah mutlak, niatnya pun dilakukan niat puasa mutlaq. Imam Zakaria Al Anshori di dalam Kitab Asnal Mathalib fiy Syarhi Raudl ath-Thulab mengatakan :

"Dan sudah mencukupi niat mutlak (umum) di dalam melaksanakan puasa sunnah mutlaq (puasa yang tidak terikat puasa wajib dan puasa sunnah, penj) sebagaimana niat di dalam shalat sunnah mutlaq. Meskipun niatnya sebelum tergelincir matahari, namun bukan setelah tergelincir matahari. 

Karena Rasulullah Shallahu 'alayhi wa Salla pernah berkata kepada Aisyah 
"Apa ada sarapan pagi?"
Aisyah menjawab: "Tidak ada."
Nabi berkata: "Kalau begitu saya puasa."

Aisyah menyebutkan: Suatu hari yang lain Nabi bertanya pada saya: 
"Apa ada sarapan pagi?
Saya menjawab: "Ada." 
Nabi berkata : "Kalau begitu sata tidak puasa, meski saya perkirakan berpuasa." 
(Ath Thabaraniy meriwayatkannya dan sanadnya shahih)


Namun untuk yang kedua (sifatnya wishal) maka itu dilarang. Nabi Shallahu 'alaihi Wasallam pernah bersabda:

أَنْ يُوَاصِلَ، فَلْيُوَاصِلْ حَتَّى السَّحَرِ» ، قَالُوا: فَإِنَّكَ تُوَاصِلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ: «إِنِّي لَسْتُ كَهَيْئَتِكُمْ إِنِّي أَبِيتُ لِي مُطْعِمٌ يُطْعِمُنِي، وَسَاقٍ يَسْقِينِ

“Dari Sa’id radliyallahu ‘anh, bahwa ia mendengar Nabi Shallallahu bersabda : “Janganlah kalian melakukan puasa wishal, barangsiapa diantara kalian ingin melakukan wishal, maka lakukanlah hinggga waktu sahur (sehari semalam saja, penj). Para sahabat bertanya : “Apa engkau juga melakukan wishalat wahai Rasulullah ?”, Rasulullah menjawab : “Aku tidak sama dengan kalian. Disaat malam ada yang member makan dan minum kepadaku” (HR. Muslim). 

Sumber : madinatuliman.com

0 comments:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews